Senin, 23 Februari 2015

Tradisi 'Ngidak Gelamai' Jelang Lebaran

Gelamai merupakan kue khas dari wilayah Bengkulu Bagian Selatan, meliputi Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Selatan hingga Kabupaten Kaur. Gelamai hampir menyerupai dodol, namun rasa dan bentuknya agak berbeda. Sementara kata "ngidak" berasal dari bahasa Bengkulu Selatan yang artinya "mengaduk", karena dalam pembuatan gelamai harus selalu diaduk agar adonan matang sempurna.

Gelamai populer di kalangan masyarakat desa, makanan ini marak dibuat saat menjelang lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha. Gelamai juga dihidangkan saat perayaan hari besar atau acara pernikahan, bila tak ada gelamai maka jamuan belumlah lengkap.
 
Proses ngaduk gelamai


Tidak semua orang mampu membuat gelamai, karena memerlukan keterampilan dan resep khusus. Saat ini keahlian membuat gelamai hanya dikuasai para tetua saja. Karena sulit dibuat, pembuatan gelamai biasanya dalam porsi besar dan dikerjakan bergotong royong minimal 2-4 orang.

Bahan dasar pembuatan gelamai adalah tepung beras padi arang (ketan hitam) atau tepung padi pulut (ketan putih), perbedaan bahan dasar akan berpengaruh pada warna gelamai. Bila menggunakan tepung padi arang, gelamai akan berwarna hitam pekat, sedangkan tepung padi pulut warna gelamai menjadi coklat tua.


Pembungkusan gelamai
Bahan lain yang harus ada untuk pembuatan gelamai adalah gula merah, kelapa dan minyak. Takaran adonan gelamai yang biasanya digunakan adalah cupak, untuk lima cupak beras ketan gula merah yang digunakan empat kilogram dan 30 butir kelapa. Sedangkan minyak digunakan untuk melumuri pembungkus gelamai agar tidak lengket.

Waktu pembuatannya pun terbilang lama, yakni bisa mencapai delapan jam. Bila pembuatan dimulai jam 08.00 WIB, maka perkiraan selesai sekitar jam 16.00 WIB. Untuk membuat gelamai diperlukan peralatan khusus, belango (kuali) yang digunakan bukanlah belango aluminium melainkan belango besi yang 100 persen terbuat dari besi, tujuannya agar panasnya merata. Api yang digunakan pun berasal dari kayu bakar.

Sementara alat untuk mengidak adalah sendok kayu berukuran besar. Bila tidak menggunakan sendok besar, maka adonan dibagian bawah akan gosong, sedangkan dibagian atasnya belum matang. Sendok berukuran kecil juga rentan patah.

Sulitnya pembuatan gelamai ini, menciptakan analogi di tengah masyarakat yang berbunyi "Bukan mudah ngidak gelamai" artinya, suatu pekerjaan yang sedang dikerjakan amat berat, hingga sulit untuk diselesaikan.

Saat ngaduk gelamai, adonan yang sudah mengental sebaiknya dicicipi agar mengetahui rasa dan tingkat kematangannya. Bila telah matang, siapkan pembungkus dari bagian dalam pelepah pinang yang sudah tua, biasa disebut "Upiah". Hingga saat ini upiah adalah pembungkus gelamai terbaik, dibandingkan plastik dan daun pisang.



Selain menyerap kandungan air gelamai, upiah juga berfungsi sebagai penikmat rasa dan pengawet. Gelamai yang dibungkus upiah dapat bertahan hingga lebih satu bulan, sedangkan bila menggunakan pembungkus lain gelamai biasanya beraroma tengik.

Di Bengkulu gelamai banyak dijual di pusat oleh-oleh, namun bila Anda penasaran dengan cara pembuatan gelamai ini dapat datang langsung ke Bengkulu Selatan. Namun jangan sekali-kali mencoba membuat gelamai tanpa belajar terlebih dahulu pada para tetua, karena dapat dipastikan Anda akan gagal membuatnya. (Etri Hayati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar