Masih
ingat dengan film Laskar Pelangi yang direalis tahun 2008 hasil adaptasi dari novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata? Film bertema edukasi berlatar keindahan Pulau Belitong tersebut mendapat perhatian banyak pihak, bahkan hingga mancanegara.
Beruntung, pada awal tahun 2013 lalu saya dan sahabat saya, Yuneri berkesempatan berkunjung ke Belitung dan bertemu langsung dengan Andrea Hirata. Tepatnya, di Museum Kata, Jalan Laskar Pelangi, Kecamatan Gantong, Belitung Timur.
Kami ngobrol banyak, karena beliau memang orang yang sangat supel. Dimulai dengan menanyakan asal kami, hingga cerita tentang geliat pariwisata disana. Menurut Andrea, sejak "meledaknya" film Laskar Pelangi, bila dipersentasekan, kunjungan wisata meningkat hingga 1.300 persen!!!
Hal tersebut dilihat dari banyaknya jumlah pengunjung yang bertandang ke Museum Kata dan SD Muhammadiyah (SD Laskar Pelangi) yang dikelola pihaknya. Terlebih, baru saja dilaksanakan Festival Laskar Pelangi di penghujung tahun 2012.
“Memang luar biasa sekali peningkatannya, banyak orang beranggapan itu karena saya. Tapi saya bilang ‘tidak’ karena itu adalah jasa Riri Riza sang sutradara film,” ujarnya.
Selama
kami berada di Belitong, mengunjung banyak tempat terutama pantai. Belitung
memiliki banyak pantai menawan dengan karekterisik berbeda. Seperti halnya
Pantai Bukit Batu atau yang juga dikenal dengan sebutan Pantai Ahok, karena lokasinya berada di kampung halaman Basuki Tjahaja Purnama di Kecamatan Damar, Kabupeten Belitong Timur.
Pantai Bukit Batu (Pantai Ahok) |
Pantai ini berada di balik bukit dan di sekelilingnya terdapat banyak batu granit berukuran besar. Semua
tersusun rapi, sehingga kami pun bertanya-tanya apakah batu-batu itu sengaja
disusun atau tersusun dengan sendirinya.
Pasir di Pantai Bukit Batu ini pun agak berbeda dengan pasir kebanyakan, karena strukturnya lebih kasar seperti butiran kerikil berwarna coklat muda.
Untuk
melihat keindahan Pantai Bukit Batu pengunjung dikenakan retribusi sebesar Rp
5000 per orang. Tidak jauh dari Pantai Bukit Batu ada pula Pantai Burong Mandi. Kata 'Burong' sendiri artinya adalah Burung. Pantai tersebut berada di Kampong
Burong Mandi. Di tepian pantai berjejer perahu warna-warni mencolok dari kejauhan.
Perahu nelayan berjejer rapi di tepi Pantai Burong Mandi |
Masih berdekatan dengan Pantai Burong Mandi, pengunjung juga dapat singgah berwisata ke Vihara Dewi Kwan Im. Vihara tersebut adalah tempat peribadatan yang kini juga dijadikan tempat wisata.
Vihara Dewi Kwan Im |
Pantai
lain yang tak kalah indah adalah Pantai Tanjung Kelayang yang terletak di
Kabupaten Belitong Barat. Jika di Pantai Bukit Batu terdapat pasir menyerupai
kerikil, maka berbeda lagi dengan pasir di Pantai Tanjung Kelayang, karena
pasir dipantai ini begitu halus dan putih bersih. Saking halusnya pasir menyerupai
tepung terigu, ketika kaki melangkah di hamparan pasir tersebut pasirnya terasa
begitu lembut.
Dari
Pantai Tanjung kelayang ini kita dapat memandang kearah lautan yang membentang
luas diselingi gradasi air laut yang warna-warni mulai dari coklat muda, hijau,
muad, hijau tua, biru muda hingga biru tua. Di tengahnya terdapat gugusan pulau-pulau yang juga dijadikan
tujuan wisata seperti halnya Pulau Lengkuas yang terkenal itu.
Pulau Lengkuas |
Mercusuar Pulau Lengkuas |
Pulau Lengkuas
memang digemari, karena pengunjung dapat menikmati pemandangan luar biasa dari
atas mercusuar peninggalan bangsa Belanda. Namun, bagi pengunjung yang ingin menikmati
pemadangan dari atas mercusuar diharapkan menyiapkan tenaga ekstra dan minuman pelepas dahaga. Karena
mercusuar ini terdiri 18 lantai dimana pada setiap lantainya memiliki 17
anak tangga.
Pemandangan dari lantai teratas mercusuar |
Untuk
menuju Pulau Lengkuas tidaklah sulit, kita cukup menyewa perahu motor seharga
Rp 300- Rp 400 ribu untuk tiap perahu, dengan muatan maksimal 10 orang. Perahu
motor sendiri mudah didapatkan di tepi Pantai Tanjung Kelayang, dimana para
nelayan biasa mangkal. Jarak tempuh dari pantai menuju Pulau Lengkuas sekitar 30
menit saja.
Pantai Pulau Lengkuas |
Selain
melihat laut dari ketinggian, pengunjung juga dapat berjemur di tepi pantai,
bahkan diving atau snorkling karena pantai ini juga
terkenal dengan keanekaragaman biota lautnya. Tidak perlu pusing mencari
perlengkapan diving atau snorkling, karena biasanya pemilik perahu sudah
menyediakannya, tinggal tambah ongkos sewa saja. Perlu diketahui biasanya
pelampung juga sudah disediakan dan pengunjung tidak perlu menyewa lagi, karena
sudah termasuk ke dalam tarif sewa perahu motor.
Dalam
perjalanan menuju Pulau Lengkuas kami menjumpai pulau-pulau lain yang juga dapat
disinggahi, diantaranya Pulau Burong, dinamakan demikian karena di pulau itu
terdapat batu besa tersusun rapi menyerupai kepala burung. Kemudian ada Pulau
Babi, menurut pemilik perahu motor yang kami tumpangi, Pak Tris, dinamakan
Pulau Babi, karena dulunya di pulau tersebut memang terdapat babi.
Selanjutnya
ada juga Pulau Pasir, yaitu berupa onggokan pasir di tengah lautan namun untuk
berkunjung ke Pulau Pasir harus pagi hari dimana air laut sedang surut, jika
pengunjung datang di atas jam 12.00 WIB, maka alamat akan kecewa karena air
laut sudah pasang.
Pemilik
perahu biasanya akan menanyakan apakah
pengunjung akan singgah ke pulau-pulau tersebut, karena dengan senang hati ia
pun akan mengantarkan sekaligus menjadi guide. Namun jangan takut biayanya akan
mahal, karena tarif Rp 300-Rp 400 ribu sudah termasuk biaya berkeliling
pulau-pulau itu.
Selain
pantai dan pulau yang telah disebutkan diatas, masih banyak lagi tempat yang
harus dikunjungi. Seperti halnya Pantai Tanjung Tinggi yang lokasinya tidak
begitu jauh dari Pantai Tanjung Kelayang. Pantai Tanjung Tinggi ini mirip
dengan Pantai Bukit Batu, bedanya batu-batu di Pantai Tanjung Tinggi ukurannya
lebih besar dan jumlahnya lebih banyak.
Pantai
ini dulunya dijadikan tempat syuting Film Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi
dimana adegan tokoh Ikal dan teman-temannya berlari-larian mengitari batu-batu
raksasa tersebut. Warna air laut di pantai ini tetap mempesona dengan gradasi
warna yang indah. Bagi para pegunjung yang ingin mengunjungi pantai-pantai di
Belitung sebaiknya berkunjung pada saat cuaca cerah dan tidak hujan beberapa
hari, sebab jika sebelumnya hujan maka gradasi warna tidak begitu tampak.
Replika
SD Muhammadiyah
Selain
wisata pantai pengunjung juga dapat menikmti wisata sejarah lainnya seperti
museum dan makam-makam bersejarah. Termasuk
replika SD Muhammadiyah atau yang kini disebut juga SD Laskar Pelangi,
sekolah yang dulunya tempat ibu Muslimah mengajar itu kini dapat dijumpai di Kecamatan
Gantong Kabupaten Belitung Timur.
SD Laskar Pelangi |
SD
Muhammadiyah dulunya adalah tempat sekolah Andrea Hirata. Konon, para pemuda
dari Belitung adalah pemuda jenius karena kebanyakan dapat meraih gelar cumlaud. Para pemuda ini memang
kebanyakan melanjutkan pendidikan ke luar pulau, terumata ke Pulau Jawa. Namun
demikian mereka tidak lupa akan tempat kelahiran, karena setelah menyelesaikan
pendidikan mereka akan pulang ke kampung halaman dan mengabdikan diri di tanah
kelahiran mereka.
Kondisi
bangunan SD Muhammadiyah secara keseluruhan memang memprihatinkan, mulai dari
bangunannya yang reyot, atap bolong, meja dan kursi yang lapuk serta dinding-dinding
yang dimakan rayap. Sekolah tersebut hampir roboh, untuk membuatnya tidak roboh
ditambahkan dua kayu besar sebagai penyanggah. Hingga saat ini pun replika sekolah
tetap dibiarkan seperti aslinya.
SD Laskar Pelangi |
Bagian dalam sekolah |
Tidak
jauh dai replika SD Muhammadiyah terdapat bendungan peninggalan zaman Belanda
yang dikenal dengan Bendungan Pice. Saat ini Bendungan Pice juga dijadikan
tempat berkumpul atau tempat nongkrong anak muda.
Bendungan Pice |
Transportasi
dan Penginapan
Sepertinya
pemerintah Belitong sengaja mempertahankan keasrian alam, sehingga hingga kiia
tidak ada transportasi seperti angkutan umum, kereta, becak atau lainnya. Namun
demikian, untuk menuju suatu tempat ke tempat lainnya masyarakatnya setempat
masing-masing memiliki alat transportasi sendiri seperti mobil, sepeda motor dan
kereta angin atau yang kita kenal dengan sepeda.
Tapi
jangan berpikir bahwa Belitung adalah pulau tertinggal, karena bagi wisatawan
yang tidak dapat menggunakan transportasi seperti di tempat kebanyakan dapat
menyewa mobil atau sepeda motor. Jasa penyewaan ini bisa didapat di hotel atau
penginapan setempat. Harga sewa yang ditawarkan pun adalah harga standar, untuk
mobil misalnya disewakan dengan harga mulai dari Rp 250 ribu per hari.
Sedangkan motor dipatok seharga Rp 60 ribu perhari.
Bagi
kalian yang berminat untuk berkunjung ke Belitung jalur yang ditempuh begitu
mudah. Dapat menggunakan jasa transportasi udara maupun transportasi laut.
Tetapi saran saya, jika ingin berkunjung ke Belitung harap memesan tiket
jauh-jauh hari, karena seperti yang diuangkapkan diatas, kunjungan wisata ke
belitung meningkat hingga 1.300 persen. Oleh karena itu pengunjung yang
berkunjung ke Belitung rmai, apalagi pada hari libur. Dari Bandara
Soekarno-Hatta, Jakarta ke Bandara H.AS.Hanandjoeddin, Tanjung Pandan hanya
menempuh 50 menit penerbangan.
Untuk
pengunjung dari Sumatera yang ingin menempuh jalur laut dapat mencapai Belitong
dengan menaiki Kapal Cepat (Jetfoil) di Pelabuhan Boom Baru Palembang, Sumatera
Selatan dengan waktu tempuh tiga jam menuju Pelabuhan Mentok, Pulau Bangka.
Selanjutnya, naik tarvel menuju Pelabuhan Pangkal Pinang selama tiga jam untuk
kembali naik Jetfoil menuju Pelabuhan Tanjung Pandan Pulau Belitong. Perjalanan
dari Pangkal Pinang ke Pelabuhan Tanjung Pandan menggunakan Jetfoil (kapal
cepat) akan ditempuh selama empat jam. Jadi waktu tempuh menggunakan jasa
Jetfoil kurang lebih selama 10 jam.
Namun
waktu tempuh akan lebih lama jika berpergian dengan menyeberang menggunakan
Kapal Feri. Karena dari Pelabuhan Boom Baru ke Pelabuhan Mentok Pulau Bangka saja
akan memakan waktu 12 jam, belum ditambah perjalanan menyebrang ke Pulau
Belitung.
Jangan
takut tidak mendapat penginapan yang layak, karena di Belitung tersedia
berbagai jenis penginapan dari hotel hingga resort mewah. Lokasinya pun bisa
pilih sendiri, apakah di tepi pantai atau di atas bukit, seperti penginapan
Bukit Samak yang berlokasi di Kecamatan Manggar, Belitung Timur. Tarif yang
ditawarkan pun terjangkau, mulai dari Rp 250 ribu permalam, Rp 350 ribu dan
sebagainya.
Etnis
Melayu dan Tionghoa
Penduduk
asli Belitung terdiri dari etnis Melayu dan Tionghoa, kedua etnis ini hidup
berdampingan rukun dan damai. Dalam berkomunikasi sehari-harinya masyarakat
Belitong menggunakan bahasa Melayu, jadi walau berbeda bahasa dan logat, namun
pengunjung masih dapat memahami apa yang diucapkan masyarakat setempat.
Beragam
Makanan Khas
Sama
seperti daerah lainnya Belitung mememiliki makanan khas, karena secara
gaeografis Belitung adalah wilayah kepulauan, maka makanan khasnya banyak berasal
dari laut. Seperti halnya gulai rempah kuning dengan bumbu khas Belitung dimana
masyarakat setempat menyebutnya Gangan. Uniknya lagi masyarakat Belitung hanya
memakan makanan laut dan tidak memakan ikan sungai. Menurut warga setempat, hal itu dikarenakan ikan sungai dirasa lebih amis
daripada ikan laut. Sehingga mereka jarang, bahkan tidak pernah memakan ikan sungai.
Yang kerap dijadikan oleh-oleh adalah makanan kering seperti getas dan keripik dari buah sukun. Makanan khas lainnya yang tidak boleh terlewatkan adalah Belacan atau yang kita kenal dengan terasi. Di Belitung terasi tidak dikemas menggunakan plastik, melainkan menggunakan wadah yang dibentuk sedemikian rupa menyerupai bakul yaitu wadah dari anyaman. Harga jual terasi ini lumayan tinggi, karena berbeda dengan terasi lainnya, perkilo dijual dengan harga Rp 140 ribu. Terasi ini biasa dijual di Tanjung Pandan Belitung Barat atau di Pasar Lipat Kajang Kecamatan Manggar, Belitung Timur. Tapi perlu diingat pasar ini hanya buka di pagi hari, jangan sekali-kali datang siang hari karena pasar sudah tutup.
![]() |
Belacan khas Belitung |
Bakso
adalah makanan yang disukai oleh hampir setiap orang. Di Belitung bakso mudah
dijumpai, tetapi bukan bakso yang terbuat dari daging sapi, melainkan bakso
ikan. Alasannya ya itu tadi, karena Belitung adalah wilayah maritim, maka hasil
laut sungguh melimpah terutama ikan. Ikan pun dikelola sedemikian rupa menjadi
aneka panganan, termasuk bakso.
Bakso ikan khas Belitong |
Rujak
“Aneh”
Jika
pada umumnya rujak terbuat dari buah-buahan dengan bumbu kacang, gula merah dan
cabe rawit, namun tidak demikian dengan rujak yang terdapat di Belitung. Karena
menurut saya terlihat “aneh”, rujak disini adalah buah yang dimakan dengan
hanya menggunakan garam. Tetapi garam yang dipakai bukan sembarang garam,
melainkan garam Hamoy.
Garam ini adalah garam khas yang biasanya digunakan warga keturunan Tionghoa. Saat pertama kali mencoba rujak, lidah saya merasakan suatu yang berbeda, karena garam Hamoy memiliki sensasi rasa
yang unik antara manis, asam, asin hingga sedikit rasa pahit yang berbaur jadi
satu. Cara memakannya cukup dengan mencocolkan potongan buah ke garam.
Sayuran
Mahal
Untuk
makan sangat mudah ditemui di sini dan harganya pun standar, bahkan lebih murah
dibanding harga makanan di tempat tinggal saya di Bengkulu. Yang mengagetkan
adalah harga sayuran, karena kondisi
lahan di Belitung tidak mendukung menanam sayuran, maka menurut info yang saya
terima dari pedagang setempat sayuran dipasok dari Pagar Alam, Sumatera
Selatan.
Suasana pasar pagi |
Meski
di Belitung ada juga petani sayuran, namun harus berjuang keras menggarap lahan sehingga
dapat ditanami sayuran seperti kangkung atau terong. Langkanya sayuran ini, menyebabkan
harga jualnya pun melambung. Saya begitu kaget saat pedagang mengatakan bahwa
harga sekilo sawi sebesar Rp 25 ribu.
1001
Warung Kopi
Ada
kebiasaan masyarakat Belitong yang seakan membudaya yaitu minum kopi. Tradisi
minum kopi tidak dilakukan di rumah, melainkan di warung kopi. Karena
kebiaasaan masyarakat yang terus berkembang akhirnya munculah banyak warung
kopi tepatnya berada di Kota Manggar di Belitung Timur. Oleh karena itu, Kota
manggar dijuluki Kota 1001 Warung Kopi.
Walau
namanya warung kopi, yang disediakan disana tidak hanya kopi melainkan berbagai
jenis lainnya, seperti teh manis atau bahkan jus. Warung kopi ini dijadikan tempat berkumpul,
berdiskusi bahkan tempat bernegosiasi. Saking pentingnya arti warung kopi
Andrea Hirata bahkan menceritakan warung kopi tersebut di beberapa tulisannya.
Dalam
perjalanan ke Belitung ini saya dan Yuneri menemukan banyak hal baru, mulai
dari beragam keunikan Belitong, hingga penduduknya yang ramah dan pemurah. (Etri
Hayati)